Dengan menghayati filosofi ABS SBK, Syamsu Rahim berharap sikap jiwa (mental attitude) dari masyarakat Kabupaten Solok tertuntun oleh akhlak, sesuai bimbingan ajaran Islam, dalam adagium adat basandi syarak dan syarak mamutuih, adat memakai.
Pemkab Solok di bawah kepemimpinan Syamsu Rahim berharap nilai-nilai budaya “Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah (ABS-SBK) itu, betul-betul menjadi pegangan hidup yang positif, mendorong dan merangsang, “force of motivation,” penggerak yang mendinamisir satu kegiatan masyarakat bernagari sifat dan kebiasaan-kebiasaan untuk mengembangkan kegiatan ekonomis, seperti menghindarkan pemborosan, kebiasaan menyimpan dan hidup berhemat, memelihara modal supaya jangan hancur serta melihat jauh kedepan.
Syamsu Rahim berkeyakinan folosofi ABS-SBK yang berbasiskan keimanan itu, bisa menjadi panutan hidup bermasyarakat serta beradat sebagai tuntunan bagi masyarakatnya.
Dengan menghayati filosofi yang sangat unik ini, Syamsu Rahim berharap sikap jiwa (mental attitude) dari masyarakat Kabupaten Solok tertuntun oleh akhlak, sesuai bimbingan ajaran Islam, dalam adagium adat basandi syarak dan syarak mamutuih, adat memakai.
Agar nuansa adat dan beradat benar-benar terasa di Kabupaten Solok, Syamsu Rahim juga berupaya menghidupkan kembali gezah ; “tali tigo sapilin dan tungku tiga sajarangan”. Menurut Syamsu Rahim, ini digunakan untuk menggambarkan keberadaan tiga elemen penting yang mengatur pemerintahan dan kemasyarakatan di Kabupaten Solok
Tiga elemen tersebut adalah adat melalui perangkat adat yaitu ninik mamak, hukum melalui aturan negera dan pemerintah dan agama melalui alim ulama. Kata Syamsu Rahim, tiga elemen ini merupakan “three in one”, menyatu dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dalam mengayomi masyarakat dan menjadi panutan masyarakat Kabupaten Solok.
Lebih jauh dipaparkan Syamsu Rahim, maksud yang ingin disampaikan dalam kata ini adalah tiga elemen yang ingin digambarkan menjadi satu, ibarat sebuah tungku yang tidak akan bisa tegak berdiri kalau salah satu tiangnya hilang.
“Tungku memang selalu terdiri dari tiga tiang, sehingga bisa berdiri kokoh dan menopang wadah makanan diatasnya, itulah tiga elemen adat, hukum dan agama yang harus dilaksanakan ketigannya, sehingga masyarakat itu menjadi kokoh,” ungkap Syamsu Rahim.
Syamsu Rahim selanjutnya mengatakan, dalam perjalanannya “tali tigo sapilin” mempunyai maksud dan makna yang lebih kurang sama dengan “tungku tigo sajarangan”. Mereka adalah urang nan 4 Jinih (Ninik Mamak, Alim Ulama, Cadiek Pandai, Para Pemuda dan Bundo Kanduang), yang semuanya merupakan “tali tigo sapilin”, yang di dalam susunan bernagari dan menjadi “tungku tigo sajarangan” sebagai salah satu struktur masyarakat adat di Minangkabau.
Melalui “tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan” itu, Syamsu Rahim ingin menata pemerintahan nagari, dengan prinsip ABS-SBK. Melalui prinsip ABS-SBK ini, Pemerintahan Kabupaten Solok di bawah kepemimpinan Syamsu Rahim berharap adanya pribadi yang beriman dan bertaqwa, berilmu pengetahuan, berjiwa wiraswasta, menguasai manajemen, beradat dan beragama, menguasai teknologi terapan, berilmu pengetahuan, serta hidup modern dan maju dengan keimanan yang kokoh.
Syamsu Rahim kepada wartawan saat open house beberapa waktu lalu mengatakan, untuk mewujudkan tali tigo sapilin dan tungku tigo sajarangan itu, ia akan mencoba secara perlahan—sesuai kondisi keuangan daerah—untuk memfasilitasi dan memperbaiki balai-balai adat maupun Kerapatan Adat Nagari yang ada di 74 nagari di Kabupaten Solok
“Beberapa model perlu dikembangkan di kalangan para pendidik masyarakat yang disebut tungku tigo sajarangan dan tali tigo sapilin, seperti ; pemurnian wawasan fikir, mempertajam kekuatan zikir, penajaman visi adat banagari, mengembangkan keteladanan uswah hasanah, sabar, benar, memupuk rasa kasih sayang, pendalaman spiritual religi,” katanya.
Diakui oleh Syamsu Rahim, bahwa apa yang dilakukannya itu memang tidak populer secara nasional—bahkan mungkin di Sumbar. Walau begitu, ia tak akan mengurungkan niatnya itu.
Sebagai seorang pemimpin, Syamsu Rahim tahu betul bahwa di dalam menata pemerintahan dan kehidupan beradat di tengah masyarakat Hukum Adat Minangkabau saat ini, memang tantangannya sangat banyak, uluran tangan yang di dapat pun hanya sedikit.
Syamsu Rahim berharap, dengan diterapkannya nilai-nilai ABS-SBK itu, nilai-nilai ideal kehidupan bernagari akan kembali tumbuh. Sebab, rasa kebersama akan kembali muncul, kesadaran terhadap hak milik, kesadaran terhadap suatu ikatan kaum dan suku, kesediaan untuk pengabdian, juga akan bangkit kembali.
“Ada kiat adat untuk meraih keberhasilan ; dek sakato mangkonyo ado, dek sakutu mangkonyo maju, dek ameh sagalo kameh, dek padi mangko jadi. Artinya perlu kesepakatan dan kemakmuran di tengah masyarakat,” ungkap Syamsu Rahim pada wartawan.
Selain konsentrasi pada “talitigo sapilin dan tungku tigo sajarangan” itu Pemerintah Kabupaten Solok juga memprioritaskan agenda penuntasan kemiskinan selama lima tahun mendatang, terutama untuk daerah dan nagari yang tergolong tertinggal.
“Untuk mendukung agenda ini, Pemkab Solok akan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk kalangan ninik mamak untuk ikut berperan serta dalam agenda penuntasan kemiskinan.
Syamsu Rahim tak sungkan untuk mengungkapkan bahwa tingkat kemiskinan di Kabupaten Solok tergolong tinggi. Pasalnya dari sekitar 300 ribu jiwa penduduk Kabupaten Solok, sebanyak 30 persen diantaranya tergolong warga miskin. “Makanya sektor ini perlu perhatian serius dari kita,” ujarnya.
Menurut Syamsu Rahim, untuk mempercepat agenda penuntasan kemiskinan ini Pemkab Solok secara berkala akan menjadwalkan agenda pertemuan dengan elemen masyarakat, termasuk kalangan tenaga pendidik untuk saling bertukar pikiran dan tukar informasi dalam merumuskan agenda bersama terkait penuntasan kemiskinan. (Rudi)
Jumat, 24 Februari 2012
Syamsu Rahim Mengendalikan Pemerintahan dengan ABS-SBK
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar