Meski sekitar 4 tahun lalu Pemprov Sumbar melalui Dinas Kesehatan mencanangkan program Sumbar Sehat 2010, namun sepertinya daerah ini masih mengalami masalah disparitas status kesehatan serta rendahnya kondisi kesehatan lingkungan.
Seperti diketahui, secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, namun disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan pedesaan masih masih tinggi pula. Menurut data, angka kematian bayi dan balita pada golongan miskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan kaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan, tercatat lebih tinggi terjadi di daerah pedesaan, serta terjadi pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah.
Dalam mengatasi persoalan itu, Pemprov Sumbar melalui Dinas Kesehatan melakukan penyelenggaraan desentralisasi bidang kesehatan, meningkatkan keterpaduan lintas sektor, menggalang sumberdaya yang profesional dan memfokuskan pada program prioritas, menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, mewujudkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik, sosialisasi dan advokasi, serta strategi lainnya.
Lewat berbagai program dan strategi itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, bertekad akan menuntaskan berbagai persoalan kesehatan yang dihadapi Sumbar, untuk menuju Sumbar Sehat di tahun 2010.
Walau ini sebuah pekerjaan berat dan penuh tantangan yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, namun ketika Sumbar Sehat 2010 dicanangkan sekitar 7 tahun lalu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar-dr Hj Rosnini Savitri M.Kes, berkeyakinan bahwa masyarakat bersama Dinas Kesehatan Sumbar akan mampu membawa daerah ini menuju ‘Sumbar Sehat 2010’.
Bahkan, Rosnini yang sempat diwawancarai saat pencanangan Sumbar Sehat 2010 beberapa waktu lalu mengatakan, untuk mewujudkan Sumbar Sehat 2010 tersebut, Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar juga telah menyiapkan beberapa program, yaitu menggerakkan pembangunan daerah yang berwawasan kesehatan, meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemeliharaan kesehatan untuk hidup sehat, meningkatkan kesehatan individu dan keluarga serta masyarakat, pemberdayaan dan pengembangan potensi masyarakat di bidang kesehatan, meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan dan penyediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Meski demikian, insiden TBC (tubercolosis) berdasarkan survei prevalensi, penderita TBC baru di Sumbar tahun 2009 mencapai 7.514 orang atau 160 orang tiap 100 ribu orang penduduk. Jumlah tersebut belum ditemukan secara keseluruhan karena sampai triwulan ketiga tahun 2008 suspek yang diperiksa baru mencapai 25.415 orang dengan BTA positif berjumlah 33,5 persen.
Di tengah kondisi demikian, menurut data, penemuan kasus dan pengobatan TBC selama ini masih bertumpu pada puskesmas 67 persen dan Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4) Lubuk Alung 24 persen.
Sementara untuk Kota Padang, Dinas Kesehatan Kota Padang memprediksi jumlah penderita TBC tahun 2010 mencapai 1.336 orang. Namun, dari jumlah tersebut, Dinas Kesehatan baru berhasil mendata sebanyak 748 orang.
Sementara itu, saat Komisi IV DPRD Sumbar melakukan kunjungan kerja ke Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Lubuk Alung beberapa waktu lalu, ditemukan 1.469 penderita TBC yang datang ke balai pengobatan itu.
Kata Kepala BP4 Lubuk Alung-Dasmiwarita pada anggota Komisi IV yang dipimpin Wakil Ketua Komisi-Dedi Edward itu, jumlah temuan itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai sekitar 1.000 penderita.
Lebih jauh dikatakan, Dasmiwarita, dari 1.469 pasien penderita TBC paru, hanya 25 orang yang diobati di BP4 Lubuk Alung itu. Sementara sekitar 1.444 orang lagi dirujuk ke puskesmas dekat tempat tinggal penderita.
Rujukan ini diberikan, kata Dasmiwarita, karena banyak diantara yang datang ke BP4 Lubuk Alung itu, berasal dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di Sumbar. Bah-kan, juga ada yang datang dari provinsi tetangga, Riau, Jambi, Bengkulu dan Sumatra Utara.
Selain itu, menurut Dasmiwarita pada anggota Komisi IV DPRDSumbar itu, karena pengobatan TBC memerlukan waktu paling sedikit enam bulan untuk sembuh, makanya pasien sengaja dirujuk ke Puskesmas di daerah mereka tempat tinggal. Dengan demikian, proses pengobatan dan penyembuhan akan berjalan lancar dan baik.
Bila langkah ini tidak dilakukan, kata Dasmiwarita, dikhawatirkan penderita TBC ini tidak akan sembuh atau menjadi penderita resistensi atau sulit untuk diobati lagi. Sebab, penderita TBC ini harus mengkonsumsi obat setiap hari, dan tidak boleh terputus.
Jika mereka harus bolak-balik ke BP4 Lubuk Alung, kata Dasmiwarita lagi, tentu ini akan merepotkan. Makanya mereka sengaja dirujuk ke Puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal mereka.
Lebih jauh dikatakan Dasmiwarita, pelayanan di BP4 tersebut dilakukan Emi dilaksanakan dengan sistem one day care, atau satu hari pelayanan. Kata Dasmiwarita, hal itu dilakukan agar pasien tidak bolak balik hanya untuk mengetahui kondisinya. Apa-lagi, pasien yang datang berasal dari berbagai tempat dan daerah.
Pada rombongan Komisi IV DPRD Provinsi Sumbar Abel Tasman, H. Irdinansyah Tarmizi, Siti Izzati Azis, Hj. Zahara Hasni, Ermawati Tanjung, Haswan, Suwirpen Suib dan Syahrial itu, Kepala BP4 Lubuk Alung-Dasmiwarita sempat melontarkan keluhan yang mereka alami saat ini.
Saat itu, Dasmiwarita menyempatkan untuk menyampaikan berbagai kekurangan sarana dan prasaran yang tersedia di BP4 Lubuk Alung tersebut. Bahkan katanya, sampai saat ini gedung BP4 masih merupakan gedung hasil penyerahan dari pemerintah pusat beberapa puluh tahun silam.
Juga diikatakan Instalasi Gawat Darurat (IGD) BP4 Lubuk Alung ini, juga belum representatif untuk melayani pasien gawat darurat. Belum lagi, bicara persoalan tenaga dokter. Kata Dasmiwarita, hingga saat ini BP4 Lubuk Alung baru memiliki satu dokter ahli paru.
Hebatnya, di tengah kondisi serba kekurangan itu, keberadaan BP4 yang bukanlah sebagai rumah sakit itu—namun merupakan lembaga yang berupaya memberikan kemandirian bagi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan bagi masyarakat—diketahui berhasil menyumbangkan pendapatan daerah tahun lalu dari retribusi mencapai Rp656.871.000 atau lebih tinggi dari target Rp625juta.
Berdasarkan fakta itu, kepala Kepala BP4 Lubuk Alung Dasmiwarita mengatakan, meski BP4 Lubuk Alung ini bukanlah rumah sakit, namun ia berharap dukungan pembiayaan dari APBD Sumbar lebih ditingkatkan. Kepada anggota Komisi IV DPRD Sumbar itu, Dasmiwarita meminta agar mau membantu penganggaran dalam APBD Sumbar. (FF)
Jumat, 24 Februari 2012
Sumkbar Sehat 2010 Tinggal Harapan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar