Senin, 20 Februari 2012

Anggota DPRD Turut “Mengolah” Bantuan Gempa

Kendati DPRD Sumbar tak memiliki kewenangan dalam penyaluran dana bantuan gempa, namun bukti menyatakan bahwa para anggota dewan ini turut melibatkan diri untuk menyalurkan bantuan sekitar Rp13 miliar (anggaran 2010 dan 2011). Dimana Rp11 miliar pada anggaran 2010 dan Rp2,750 miliar pada 2011. Kok bisa gitu ya......?
Tak bisa dipungkiri, gempa Sumbar 30 September 2009 dengan kekuatan 7,9 SR yang terjadi pada pukul 17:00 wib, berlokasi 57Km barat daya Pariaman, telah meluluh lantakkan beberapa daerah di Sumbar, seperti Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Padangpariaman dan yang lainnya.
Dari musibah itu tercatat 1.117 orang meninggal, luka berat 1.214 orang dan korban luka ringan 1.688 orang. Sementara, 114.797 unit rumah tercatat mengalami rusak berat, 67.198 unit rusak sedang dan 67.838 unit mengalami rusak ringan.  Belum lagi dampaknya bagi gedung–gedung pemerintahan, jembatan, rumah–rumah ibadah, pasar dan lintas sektor lainnya.
Kini, hampir tiga tahun sudah ‘tragedi’ itu berlalu. Namun, kebanyakan kondisi rumah dan gedung-gedung korban gempa itu, boleh dibilang belum seutuhnya seperti semula—bahkan hingga kini kondisi rumah maupun gedung-gedung perkantoran pemerintah masih memprihatinkan.
Memang pasca gempa dahsyat yang memperoakporandakan ribuan rumah, bangunan, tempat ibadah dan fasilitas umum itu, pemerintah sempat menjanjikan akan memberi dana stimulant rehab rekon. Namun janji dari pemerintah itu justeru membingungkan masyarakat, sebab janji itu belum seluruhnya terealisasi.
Padahal, sebelumnya (6 Maret 2007) wilayah Sumbar juga pernah dihoyak gempa berkekuatan 6,4 SR. Musibah ini sempat menewaskan 52 orang dan meluluhlantakan ribuan bangunan. Namun, hingga gempa dasyat ke dua (30 September 2009) terjadi, malah pencarian dana bantuan untuk korban gempa, juga tak kunjung rampung.
Bila dirunut ke belakang, memang pemerintah telah menganggarkan bantuan korban gempa 2007 sebanyak Rp15 juta untuk rusak berat, Rp10 juta rusak sedang dan Rp5 juta rusak ringan. Namun, ternyata belum semua korban gempa menikmatinya.
Berdasarkan pemberitaan berbagai media massa di penghujung tahun 2009 lalu, terkuak bahwa sebenarnya anggaran untuk para korban gempa 2007 itu telah ada dalam pos anggaran daerah. Namun sayangnya, disebut-sebut kepala daerah saja yang ketakutan untuk membagikan. Alasannya macam-macam, seperti bangunan fisik yang hancur tidak ada lagi, amburadulnya data penerima bantuan.
Konon saat itu muncul ketakutan dari kepala daerah untuk mencarikan dana bantuan gempa itu. Jangan lantaran menyalurkan bantuan tersebut mereka malah akan berurusan dengan aparat penegak hukum.

MAKIN RUNYAM
Ternyata tak hanya penyaluran dana bantuan gempa tahun 2007 saja yang sarat dengan masalah. Namun, penyaluran dana bantuan gempa 2009 juga tak kalah runyamnya. Seperti dalam penyaluran bantuan untuk rumah ibadah korban gempa pada anggaran 2010 dan 2011 lalu, sekitar Rp 13 miliar lebih (Rp 11 miliar pada anggaran 2010 dan Rp2,750 miliar pada anggaran 2011), “digarap” anggota DPRD Sumbar untuk disalurkan ke daerah pemilihannya. Kabarnya ini dilakukan oleh anggota dewan ini guna mendongkrak popularitas mereka, agar bisa terpilih lagi pada periode berikutnya.
Seperti diketahui, hingga pada akhir Desember lalu, pihak Pemprov Sumbar melalui DPKD kembali menyalurkan bantuan untuk 1.445 rumah ibadah terdiri dari masjid surau, langgar, vihara dan kelenteng, dengan total anggaran Rp9,49 miliar.
Agaknya tak mau ketinggalan, anggota dewan ini pun ikut ambil bagian dalam penyalurannya. Berdasarkan kesepakatan dengan gubernur ketika itu, maka Rp11 miliar bantuan tersebut diserahkan penyalurannya pada anggota DPRD Sumbar ini. Menurut catatan, satu orang anggota DPRD kebagian Rp250 juta. (Rp 200 juta pada anggaran 2010 dan awal 2011 dan Rp 50 juta pada APBD perubahan 2011). Kabarnya, pencairannya dilakukan sendiri oleh anggota dewan melalui sekretariat fraksi.
Entah memang dilandasai oleh niat tulus atau hanya karena niat politik belaka yang lebih menonjol, tak pelak dalam penyalurannya akhirnya menimbulkan masalah dengan sejumlah pengurus rumah ibadah terkait besarnya bantuan yang diterima dengan yang tertera pada kuitansi.
Pasca penyaluran bantuan yang dilakukan oleh anggota dewan itu, beredar kabar apa yang diberikan tak sesuai dengan kuitansi yang harus ditandatangani oleh si penerima bantuan. Disebut-sebut, bantuan yang diterima hanya Rp5 juta, namun yang tertera pada kuitansi Rp10 juta.
Konon kabarnya, sejumlah pengurus masjid dan mushala, sempat mempersoalkan persoalan tersebut, seperti pengurus Masjid Taqwa, Kelurahan Padangpasir Kota Padang-Marzeini Starpis dan pengurus Masjid Baitul Muttaqin, Simpangharu Kota Padang-Bukhori, ketika mereka hendak mengambil dana bantuan di kantor DPKD Sumbar merasa kecewa. Betapa tidak, setelah berjam-jam mengantre dan melengkapi berbagai persyaratan untuk pencairan bantuan tersebut, terpaksa pulang dengan tangan kosong, karena pihak DPKD mengatakan dana tersebut telah diambil anggota DPRD Sumbar yang berinisial BZ  (27/12) lalu.
Sementara itu, BZ ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya mengatakan, persoalan itu hanya kesalah pahaman saja. “Mungkin DPKD kurang cermat soal administrasinya. Hingga masjid yang semestinya disalurkan langsung oleh anggota dewan, juga dipanggil untuk menerima bantuan itu di DPKD. Akibatnya, terjadilah kesalah pahaman ini,” ujarnya.
Ketika ditanya apa dasar hingga DPRD ikut-ikutan menyalurkan bantuan gempa tersebut, dengan diplomatis BZ mengatakan, dasarnya adalah kesepakatan dengan Gubernur Sumbar, dimana sebagian penyaluran dana bantuan gempa itu diserahkan pada DPRD, agar lebih cepat proses penyalurannya. 
Salah seorang pengamat Hukum Tata Negara-Ki Jal Atri Tanjung kepada wartawan mengatakan, sesuai undang-undang, fungsi DPRD adalah legislasi, anggaran dan pengawasan.
“Melihat pada aturan yang berlaku itu, jadi tidak ada kewenangan DPRD dalam menyalurkan bantuan untuk rumah ibadah korban gempa tersebut. Karena itu mutlak merupakan fungsi, tugas dan kewenagan eksekutif yakni gubernur dan jajarannya.  Jika itu dilanggar, berarti DPRD melanggar aturan perundang-undangan yang ada di negara ini,” katanya.
Sementara itu, dalam pertemuan antara Sekprov Sumbar Ali Asmar dengan sejumlah wartawan, beserta mantan Kabiro Binsos Abdul Gafar (yang baru dilantik menjadi Kadinsos), Kabid BUD DPKD Sumbar Refdiamond, Kabiro Humas Surya Budhi dan Kabag Humas DPRD Sumbar Erdi Janur (3/1), pihak pemprov mengaku memang ada kekeliruan, karena telah melibatkan DPRD dalam penyaluran bantuan rumah ibadah korban gempa tersebut
Pada kesempatan itu, Ali Asmar juga mengakui bahwa memang tidak ada aturan membenarkan bahwa anggota dewan turut menyalurkan dana bantuan tersebut. “Hal itu akan dikoreksi ke depannya,” ujarnya.
(Cia)

0 komentar:

Posting Komentar