Jumat, 24 Februari 2012

Kendaraan Berlalu Lalang Kualitas Udara Mulai Tak Aman

Belakangan jumlah kendaraan bermotor kian meningkat pesat. Sayangnya kendaraan ini tidak dibarengi dengan perawatan yang baik. Akibatnya, telah menghasilkan emisi gas buang yang dapat mengganggu kesehatan. Waspadalah……, waspadalah…… !
Berbagai aktifis lingkungan sepakat mengatakan, udara kita telah tercemar oleh berbagai polutan, baik dari kegiatan industri maupun dari lalu lintas atau transportasi darat.

Ingin cerita lengkap tentang Bank Nagari dan Suryadi Asmi? >>> Baca Tabloid Media Busser terbaru terbitan 23 Februari 2011.
Dikatakan, jumlah kendaraan bermotor yang kian meningkat dari waktu ke waktu, serta banyak kendaraan yang tidak dirawat dengan baik—disamping kualitas bahan bakar yang masih mengandung timbal (timah hitam)—sehingga menghasilkan gas buang dari knalpot yang dapat mengganggu kesehatan. Padahal, kata Aktifis LSM Langit Biru Provinsi Sumbar-Drs Dahnil Aswad MSi, perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan.
 “Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal,” kata pria yang sedang merampungkan pendidikan doctoral (S3) di Universitas Indonesia.
Lebih jauh dikatakan pria yang pernah mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Padang pada pemilukada beberapa waktu lalu ini, pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan.
“Sebenarnya sumber pencemaran udara ini dapat berasal dari berbagai kegiatan,  antara lain dari kegiatan industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas,” kata dosen Universitas Bung Hatta ini.
Dikatakan Dahnil Aswad, sumber pencemaran udara—selain oleh aktifitas transportasi jalan raya—juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun dan lainnya. “Yang pasti, dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia,” katanya.
Menurut Dahnil Aswad, udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu mendapatkan perhatian yang serius. Karena itulah, hal ini menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 lalu, dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan pemerintah.
Sementara itu, pengamat lingkungan Ir H Iskandar Zulkarnain hampir berpandangan sama dengan Dahnil Aswad. Kata Iskandar, pencemaran udara terutama di kota-kota besar seperti di DKI Jakarta, telah menyebabkan menurunnya kualitas udara,  sehingga mengganggu kesehatan serta keseimbangan global.
“Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh karena penggunaan bahan bakar fosil untuk sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota - kota besar,” kata pria kelahiran Sirukam ini.
Lebih jauh dikatakan oleh Alumni Fakultas Mineral dan Teknologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, saat ini bahan bakar minyak (BBM) khususnya bensin yang dipasarkan di Indonesia, terutama di Provinsi DKI Jakarta untuk keperluan kendaraan bermotor terdiri dari Premium, Premix, dan Super TT yang mempunyai bilangan oktan berbeda.
“Untuk mendapatkan bilangan oktan yang tinggi biasanya pabrik penyulingan minyak menambahkan bahan aditif, yang salah satunya adalah timbal atau timah hitam (Pb) dalam bentuk senyawa berbahaya. Bahan tersebut juga menghasilkan residu timbal yang melekat pada saluran gas buang,” kata pria yang sering bolak-balok antara Kota Padang Provinsi Sumbar dan Pekanbaru Provinsi Riau ini.
Namun, kata Dosen Luar Biasa Universitas Islam Riau ini, dalam perkembangan selanjutnya penggunaan timbal sebagai aditif pada bensin mulai dipertanyakan, mengingat dampak buruknya yang luar biasa terhadap kesehatan.
Kata Iskandar yang juga Sekretaris Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Provinsi Riau ini, ada beberapa dampak timbal ini terhadap kesehatan manusia, diantaranya ; menurunkan kecerdasan, mengganggu fungsi ginjal, mengganggu sistem saraf dan lainnya.

PADANG MESTI PULA WASPADA 
Dari catatan hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) di beberapa lokasi di kota besar, didapat kesimpulan bahwa emisi gas buang dan kebisingan yang bersumber dari kendaraan bermotor telah melampaui baku tingkat kebisingan yang telah diperuntukan.
Sementara itu, dalam sebuah Seminar Nasional Uji Emisi serta Engine Tune Up di Jakarta, Kementrian Lingkungan Hidup  beberapa waktu lalu menyebutkan, pencemaran udara ini di Indonesia saat ini sudah semakin dirasakan dan makin memperburuk kualitas udara, terutama di kota-kota besar.
Dari seminar itu terungkap, dari sisi kualitas udara untuk Jakarta dalam setahun, masyarakat hanya menikmati 37 hari kualitas udara dalam kategori sehat. Hal itu juga terjadi di kota-kota besar lainnya, seperti Bandung, Semarang, Surabaya dan lainnya.
Kendati kondisi udara dan tingkat kebisingan di Kota Padang belum separah Kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang, namun aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Langit Biru Drs Dahnil Aswad MSi, mencoba mengingatkan Pemerintah Kota Padang, agar memperhatikan hal ini.
“Kendatipun secara umum, kualitas mutu udara wilayah Sumbar cukup baik dibandingkan dengan daerah lain, namun untuk Kota Padang sebagai ibukota provinsi, perlu juga mendapat perhatian serius. Yang tak kalah pentingnya adalah kepedulian dan kesadaran semua pihak untuk memahami pentingnya menjaga udara agar tidak tercemar, merupakan sesuatu hal yang harus diprioritaskan,” kata Dahnil Aswad.
Disisi lain, beberapa tahun lalu, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumbar, juga telah memperingatkan masyarakat Kota Padang, agar lebih hati-hati terhadap emisi udara yang sudah berada di atas ambang batas, yang dikhawatirkan akan memicu terjadinya global warming (pemanasan global).
Menurut Bapedalda Sumbar, penyebab utama terjadinya pemanasan global di Kota Padang adalah akibat emisi kendaraan bermotor. Lebih dari 50 persen kendaraan di Kota Padang memiliki batas ambang emisi diatas kadar yang telah ditetapkan. Sehingga perlu kiranya pengintesifan uji emisi kendaraan untuk semua jenis bahan bakar.
Disebutkan, selain emisi kendaraan, aktivitas masyarakat, asap yang dikeluarkan cerobong pabrik, serta pembakaran, dan hal lainnya juga turut andil memicu pemanasan global di Kota Padang. (Rang)

0 komentar:

Posting Komentar